Hasil Laporan SPI Tahun 2024
Survei Penilaian Integritas (SPI) merupakan langkah strategis untuk memetakan risiko korupsi di lembaga-lembaga publik di Indonesia. Melalui survei ini, KPK berupaya meningkatkan kesadaran publik dan lembaga pemerintahan terhadap risiko korupsi serta mendorong penguatan pencegahan. Hasilnya berupa Indeks SPI dan rekomendasi yang dapat langsung diimplementasikan oleh kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah.
Pada tahun 2024, SPI menjangkau 642 instansi pemerintah, mulai dari kementerian hingga pemerintah daerah. Dalam konteks Pemerintah Kabupaten Semarang, SPI telah melibatkan 642 responden yang mencakup pegawai, pengguna layanan, vendor, hingga para ahli. Data dikumpulkan melalui metode random sampling dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 5%. Indeks SPI instansi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Rentan (<73), Waspada (73-77), dan Terjaga (78-100).
Indeks Integritas Pemerintah Kabupaten Semarang 2024 berada di angka 73.9, menunjukkan Pemerintah Kabupaten Semarang berada pada kategori waspada. Angka ini mencerminkan peningkatan dari tahun sebelumnya, dengan kontribusi utama berasal dari adanya perubahan dari sudut pandang responden Eksper yakni sebesar peningkatan sebesar 6.2 poin dibandingkan tahun 2023.
Hasil SPI 2024 pada tingkat nasional menemukan bahwa konflik kepentingan merupakan salah satu akar persoalan utama yang memicu berbagai penyimpangan dalam pengelolaan lembaga publik. Terkait temuan utama pada level nasional tersebut, berikut adalah rangkuman terkait konflik kepentingan yang ditemukan di Pemerintah Kabupaten Semarang.
1.
Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ): Temuan utama SPI 2024 menyebutkan adanya hubungan kekerabatan dan kolusi kerap mempengaruhi proses pengadaan, yang merusak prinsip keadilan, efisiensi, dan profesionalisme. Dalam konteks hasil SPI 2024 pada Pemerintah Kabupaten Semarang, sebesar 9 persen responden mengatakan percaya bahwa penyedia barang/jasa yang menjadi pemenang pengadaan di Pemerintah Kabupaten Semarang, memiliki hubungan kedekatan dengan pejabat (kekeluargaan, organisasi, pendukung politik/tim sukses dll). Kondisi ini menurun dibanding tahun lalu. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata risiko level nasional, risiko korupsi tersebut relatif rendah.
2.
Pengelolaan Sumber Daya Manusia: Praktik nepotisme dalam rekrutmen dan promosi pegawai menyebabkan penurunan kinerja organisasi dan merusak budaya integritas. Pada Pemerintah Kabupaten Semarang, terdapat 30 persen responden yang sering mendengar bahwa seorang pegawai di Pemerintah Kabupaten Semarang mendapat promosi/mutasi karena faktor hubungan kekerabatan, kedekatan dengan pejabat, dan kesamaan almamater/golongan/organisasi/dst. Dibanding tahun lalu, risiko pengaruh tersebut relatif tetap. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata risiko level nasional, risiko korupsi tersebut termasuk sedang.
3.
Pengelolaan Anggaran: Penyelewengan dana publik seringkali terkait dengan keputusan yang mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hasil SPI 2024 pada Pemerintah Kabupaten Semarang menemukan bahwa sebanyak 11 persen responden meyakini, ada pejabat yang menggunakan anggaran kantor untukkepentingan pribadi di Pemerintah Kabupaten Semarang. Risiko korupsi tersebut
relatif tetap dibanding tahun lalu. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata risiko level nasional, risiko korupsi tersebut relatif tinggi.
4.
Penggunaan Fasilitas Kantor: Penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi menjadi cerminan lemahnya pengawasan internal dan rendahnya akuntabilitas. Berdasarkan hasil SPI 2024 pada Pemerintah Kabupaten Semarang, menurut 7 persen responden, pegawai di pada Pemerintah Kabupaten Semarang telah menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi (termasuk teman, keluarga, dll). Dibanding tahun lalu, risiko penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi cenderung menurun. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata risiko level nasional, risiko korupsi tersebut relatif rendah.
Dari temuan terkait konflik kepentingan di atas, peningkatan Indeks Integritas Pemerintah Kabupaten Semarang memberikan gambaran kondisi integritas yang dialami oleh Pemerintah Kabupaten Semarang selama 12 bulan terakhir. Tidak dapat dipungkiri bahwa SPI memiliki keterbatasan dalam memotret dimensi korupsi di luar birokrasi dan administrasi pemerintahan di Pemerintah Kabupaten Semarang.
Area yang terlewatkan terutama dari dimensi politik yang dapat mempengaruhi jalannya birokrasi dan administrasi pemerintahan, salah satunya melalui pemilihan pejabat di lembaga publik. Berakhirnya periode pemilihan pejabat publik melalui pesta demokrasi di berbagai daerah di Indonesia memberikan harapan dan kecemasan mengenai komitmen para pejabat terpilih di tengah tantangan konflik kepentingan yang akan dihadapi.
Studi KPK terhadap lebih dari 630 calon kepala daerah yang kalah pada Pilkada 2016–2018 mengungkap adanya perjanjian, baik lisan maupun tertulis, antara calon dan donatur terkait prioritas kebijakan yang akan dikeluarkan jika terpilih. Survei KPK tahun 2020 juga menunjukkan bahwa 47% penyumbang mengharapkan balasan dari politisi, dan 65% calon kepala daerah menyatakan akan memenuhi harapan penyumbang jika menjabat. Benturan kepentingan yang timbul dari pendanaan Pilkada berdampak negatif pada tata kelola pemerintahan. Kepala daerah yang terikat utang budi kepada donatur cenderung melakukan korupsi, seperti intervensi dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), campur tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah, dan penyalahgunaan wewenang dalam pengangkatan pejabat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi berbasis konflik kepentingan untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan melalui pendekatan yang tegas dan sistematis mulai dari penguatan regulasi dan penerapan sanksi tegas bagi pelaku korupsi, nepotisme dan kolusi. Selain itu, perlu pemanfaatan sistem dan teknologi untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan.
KPK mendorong Pemerintah Kabupaten Semarang untuk memperbaiki kondisi integritas mereka secara mandiri melalui aksi nyata dengan melakukan analisis mendalam terhadap akar persoalan dan mengembangkan mitigasi serta mengimplementasikan secara konsisten. Aksi yang dikembangkan harus menjadi langkah strategis yang tajam, terukur, dan berdampak nyata, dirancang untuk memangkas risiko korupsi, memperkuat sistem pencegahan, dan menghadirkan transformasi layanan publik yang transparan, akuntabel, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai hal tersebut, KPK mendorong Pemerintah Kabupaten Semarang untuk mengacu pada dokumen panduan mengenai tahapan penyusunan, perumusan rekomendasidan rencana aksi tindak lanjut hasil SPI 2024 serta dokumen laporan analisa kualitatif hasil SPI 2024 tiap-tiap region. Kedua dokumen tersebut merupakan lampiran terpisah dari e-reporting yang dapat diakses melalui www.jaga.id.
DOWNLOAD FILE DOKUMEN HASIL SPI 2024 KAB. SEMARANG